Pertengahan Januari lalu, seperti yang kita ketahui, beberapa titik di Jakarta tergenang akibat luapan air yang tidak dapat lagi di tampung tanah. Tinggi luapan itu tidak bisa dikatakan rendah, karena di beberapa titik tingginya mencapai 3 meter. Cukup untuk menenggelamkan rumah sampai ke atapnya. Seperti yang telah kujelaskan di postingan beberapa minggu lalu, luapan tersebut terjadi akibat curah hujan yang turun di daerah Jakarta dan sekitarnya sangat tinggi, serta daya serap tanah terhadap air sangat rendah. Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan kondisi di Nusa Tenggara Timur. Di saat yang bersamaan, NTT, lebih tepatnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan, mengalami kekeringan yang sangat parah. Masyarakat disana terancam kekurangan gizi karena petani gagal panem akibat kekeringan yang sangat panjang.
Perbedaan keadaan cuaca tersebut membuatku penasaran. Dengan letak yang tidak terlalu jauh, kondisi Jakarta – Nusa Tenggara tidak akan berbeda jauh pula, seharusnya. Rasa penasaran itu akhirnya terjawab ketika aku menanyakan pada Pak Sobirin, seorang dosen yang kompeten di perikliman.Menurut dia, yang telah aku rangkum sesuai pemahaman, kejadian tersebut akibat dari fenomena global yang sedang terjadi pada saat itu.
Ketika pergantian tahun, antara Desember 2012 dan Januari 2013, terjadi perbedaan cuaca yang sangat ekstrim di kedua belahan dunia. Di belahan dunia utara, terjadi gelombang dingin yang sangat ekstrim. Suhu di Moskow biasanya paling rendah pada titik -40an derajat celcius, kemarin suhunya mencapai -50 derajat celcius. Sungai Han di Korea Selatan biasanya pada musim dingin tidak pernah membeku, tetapi saat itu membeku. Gelombang dingin ini menyebabkan tekanan udara semakin tinggi. Sedangkan belahan bumi bagian selatan mengalami gelombang panas yang sangat ekstrim dengan tekanan udara yang sangat rendah.
Perbedaan tekanan udara yang sangat tinggi ini menyebabkan angin bergerak ke arah selatan, ke tekanan rendah, dengan membawa hujan frontal linear dingin. Ciri hujan tersebut adalah curah hujannya tinggi, tetapi jangkauan hanya 100-150 km saja. Hal tersebut juga menyebabkan banjir yang terjadi di Pulau Jawa terjadi bergiliran, dimulai dari Banten, Jakarta, Cirebon dan seterusnya. Namun, di Nusa Tenggara akibat pengaruh gelombang panas yang cukup kuat dari Australia, maka awan yang mengandung hujan frontal linear dingin tersebut yang melewati Nusa Tenggara Timur tidak turun menjadi hujan. Oleh karena itu, disana terjadi kekeringan.
Begitulah kira-kira alasan mengapa terjadi perbedaan yang cukup signifikan antara dua daerah yang sama-sama terletak di Kepulauan Indonesia ini. Cukup menjawab, atau malah sangat menjawab sepertinya. Akan tetapi, sampai saat ini aku tidak tahu apakah fenomena tersebut disebabkan oleh perubahan iklim atau memang fenomena alam biasa yang terjadi secara siklus. Aku akan mencari tahu lebih lanjut semester ini, di kelas Fenomena dan Dampak Perubahan Iklim.