KAI, Kereta, dan Pedagang

Untuk mencari korpus data skripsi seperti yang telah dijelaskan di postingan sebelumnya, setelah selesai menghadap dosen pembimbing aku segera ke perpustakaan Goethe Institut karena melihat saat itu sudah pukul 16.30 dan perpustakaan tutup pukul 19.00. Namun, ketika aku sampai di stasiun ui, ternyata kereta tidak jalan karena adanya demo menuntut dialog akibat penggusuran sepihak sehingga rel di Stasiun Pondok Cina (Pocin) ditutup oleh massa dari jam 2 siang tadi. Tindakan tersebut, yang aku kutip dari beberapa teman di twitter, disebabkan oleh PT. KAI yang tidak mau berdialog dengan pedagang Kios di areal stasiun Pocin. Pihak KAI tidak memberikan surat pemberitahuan sebelumnya sehingga pedagang merasa tidak adil karena mereka telah berjualan disana bertahun-tahun. Kekesalan pedagang tersebut memuncak pada aksi penutupan rel jalur Jakarta-Bogor dan Bogor-Jakarta dari jam 14.00 sampai sore. Pedagang-pedagang tersebut dibantu oleh mahasiswa UI dan beberapa universitas lainnya.

Malam hari aku mendapatkan broadcast message yang memberi tahu bahwa sebaiknya tidak menggunakan kereta sampai waktu yang tidak ditentukan sebagai aksi solidaritas. Hmm, aku bukannya tidak peduli terhadap para pedagang yang digusur paksa, aku juga merasa bergantung dan perlu pada mereka. Akan tetapi, bila caranya begini simpatiku terhadap mereka akan berkurang atau malah hilang. Kereta itu angkutan massal dan ribuan bahkan ratusan ribu orang bergantung sama kereta, mulai dari pekerjaan, sekolah, keluarga dan banyak hal lainnya. PT. KAI mau naikin harga pun, masyarakat akan tetap menggunakan kereta karena mereka memang butuh itu. Jadi, rasanya tidak masuk akal bila meminta untuk tidak menggunakan kereta untuk sementara waktu. Apalagi aksi penutupan rel kemarin. Itu merugikan banyak pihak yang tidak tahu menahu dan tidak bertanggung jawab akan permasalahan tersebut. Bila memang ingin mengajak dialog, datangi kantornya, demo disana.

Aku tahu, bahwa kereta, penumpang dan pedagang tidak dapat dipisahkan. Kereta butuh penumpang, dan penumpang butuh kereta. Pedagang butuh pembeli, yang notabenenya adalah penumpang kereta, dan penumpang juga butuh pedagang. Ntah untuk mengganjal perut ketika lapar dan kereta tidak kunjung datang atau untuk memfotokopi berkas-berkas. Akan tetapi, bukankah kita sudah diajarkan di perguruan tinggi untuk menggunakan logika dan akal sehat? Bukankah perguruan tinggi telah membuka dan memperluas pemikiran kita? Bukankah kita sebagai mahasiswa tidak seharusnya membalas kekerasan, melainkan dengan pemikiran?

2 thoughts on “KAI, Kereta, dan Pedagang

Leave a comment